Tuesday, December 31, 2013

Mencari Jawaban Dalam Perjalanan Hati


Pernikahan nggak selamanya menjadi gembok besar yang menghalangi kesempatan orang lain untuk memasukinya selama yang empunya juga selalu alpa memasang gembok itu rapat-rapat. (Andri, Hal 53)

Izinkan saya mengutip kalimat tersebut sebagai pembuka resensi ini. Sebuah quote yang sukses membuat saya geregetan dan rasa-rasanya ingin sekali menonjok lelaki bernama Andri di dalam novel Perjalanan Hati karya Riawani Elyta.

Lantas, siapakah Andri?

Bagi saya, kehadiran Andri dalam novel setebal 194 halaman ini menjadi sebuah magnet tersendiri. Padahal, dia bukanlah tokoh utama di sini. Adalah Maira dan Yudha, sepasang suami istri yang harus melakukan perjalanan hati dengan caranya masing-masing untuk menyelesaikan prahara yang menyelimuti rumah tangga mereka. Dan Andri, hanyalah bayangan masa lalu Maira. Namun, kehadirannya memiliki andil besar dalam kenangan yang diputar kembali (secara sengaja) oleh Maira.

Maira dan Yudha adalah dua sejoli yang semasa di kampus merupakan penggiat alam. Pernikahan membuat keduanya menghentikan aktivitas di alam liar karena kondisi keduanya yang memang tak lai memungkinkan. Yudha sibuk kerja, Maira memilih menjadi ibu rumah tangga. Namun, tentu ada tanda tanya besar dalam pikiran Yudha saat Maira tiba-tiba meminta izin untuk melakukan keiatan backpacking ke anak Krakatau. Dugaan singkat Yudha, hal tersebut berkaitan dengan Donna, wanita di masa lalu Yudha. 

Perjalanan Maira menuju anak Krakatau tentu bukan sebagai pelarian semata. Ada tanya yang belum terjawab. Tentang arti pernikahan yang dibangun antara Maira-Yudha yang selama ini nyaris tanpa masalah sebelum kedatangan Donna. Ada kenangan yang memaksanya larut, menikmati masa lalu yang pernah ia alami bersama Andri, cinta dalam diam yang harus berakhir tanpa alasan. Hanya sebuah kesadaran yang hadir: Andri menghilang.

Dan kembali bersamanya dalam perjalanan backpacking ini.

Lantas, ke mana hati Maira akan berlabuh, Andri atau Yudha? Lantas apa misi di balik kedatangan Donna? Apakah Yudhapun kelak akan tertarik ke dalam masa lalunya?

Ini adalah novel bergenre domestic romance dengan alur yang agak lambat namun menyisakan kesan nano-nano di setiap babnya. Pembaca seolah diajak mendalami perasaan masing-masing tokoh, ditarik untuk terlibat dalam konflik yang mengemuka, dan dibuat penasaran dengan ending perjalanan hati mereka.

Oya, satu hal yang saya sendiri tersadar setelah mengumpulkan kutipan-kutipan menarik dalam buku Perjalanan Hati. Sang Penulis agaknya teramat senang menggunakan kata ‘terkadang” sehingga kata tersebut cukup sering ditemukan dalam novel ini. Ya nggak masalah sih. Terkadang, ada hal-hal detil –gak penting- yang perlu disampaikan untuk kepuasan si pembuat resensi. Hehe..
 

Judul | Perjalanan Hati
Penulis | Riawani Elyta
Penerbit | Rak Buku
Tahun terbit | 2013
Tebal | iv + 194 Hal
ISBN | 602175596-0

Suara dari masa lalu itu masih berembus kencang
Menyergapku dalam rindu yang dingin
Ini tentang rasa yang terus tumbuh dan terpelihara
Jika tidak pada tempatnya,
Maka ia tak ubahnya ilalang kering
Kusadari, bayang-bayangmu tak hadirkan rasa benci,
tetapi rindu yang perlahan-lahan berembus

Ini cerita tentang aku

Aku yang menapaktilasi masa lalu,
mencoba mencari rasa yang terserak untuk menetapkan hati
Aku yang berjalan mengitari hatinya,
mencoba mencari getaran itu kembali
Ketika semua terasa hampa,
apakah kau masih mau berdiri di sana....
Menungguku pulang dan memelukku erat


***

resensi ini diikutkan dalam lomba resensi Perjalanan Hati oleh Riawani Eyta

Monday, October 14, 2013

Pukul Sebelas Malam



Selamat pagiii...!


Perkenalkan, namaku Rin. Aku perempuan yang sedang berusaha terbang menggapai sejumput harapan meski sayap kiriku terluka dan tak jarang membuatku nyeri setiap kali aku mengangkasa.


Apakah kau masih mengingatku? Aku yang setiap pukul sebelas malam menyapamu. Tapi kau tidak ada. Dan kusadari bahwa dunia kita memang berbeda. Kau lebih memilih berkawan akrab dengan mentari dan tak sekalipun memperhatikanku.


Tapi shubuh tak pernah bosan mempertemukan kita. Sejak kokok ayam bersahut-sahutan hingga kawanmu -Si Mentari itu- menarikmu dan membawamu pergi. Menjauh.


Selamat Pagi!


Dan kusadari bahwa kita memiliki pagi yang berbeda. Pagiku adalah malammu. Sampai kapanpun akan begitu. Kecuali salah satu dari kita mengalah dan membuat definisi pagi yang satu. Tapi tak ada yang mau mengalah untuk itu. Tidak kau. Begitu juga denganku.


Kepada shubuh kusampaikan sebuah pesan, "Aku terluka, tapi sayapku tidak patah. Mimpiku pun masih menggantung di langit-langit asa. Dan aku masih ingat untuk terbang tinggi dan menggapainya. Selamat pagi. Dan selamat tinggal."

***

Fiksi mini di atas saya buat saat Mba Desi Puspitasari membuat giveaway berhadiah buku Pukul Sebelas Malam yang belum lama ia terbitkan secara indie pada tahun 2012 yang lalu. Pada akhirnya saya tetap memesan buku tersebut pada Sang Penulis karena saya memang ingin sekali memilikinya.

Saya mengenal karya Desi Puspitasari awalnya hanya sebatas tulisan-tulisan di blognya. Kemudian beranjak ke cerpen-cerpen yang ia buat dan menemukan rasa tulisan yang sama seperti dalam blognya itu: mengalir dan tak terhentikan. Saya selalu suka pemilihan kata yang ia pakai untuk menggambarkan sesuatu. Ceplas-ceplos, apa adanya, dan liar. Hehe. Membaca cerpennya seolah membaca novel/cerpen terjemahan. Tema kumcer-nya sendiri banyak yang menarik. Saya suka dengan suatu karya yang memberi info baru dalam tulisannya. Dan saya menemukan itu di kumcer Pukul Sebelas Malam

Oya, berhubung buku ini diterbitkan secara indie melalui NulisBuku.com, maka naskahnyapun dapat terus diperbaharui. Saya sendiri saat itu memesan buku yang sepertinya masih trial and error. Tata letaknya masih seadanya. Font-nya besar-besar. Kesimpulan ini saya buat karena tak lama kemudian kawan saya menghadiahkan buku yang serupa, dengan judul yang sama, dari penulis yang sama pula, tapi secara isi ternyata sedikit berbeda. Bukan hanya tata letaknya yang menjadi lebih rapi atau ukuran bukunya yang lebih panjang sedikit, tetapi juga cerpen-cerpen yang disajikan ternyata tidak semuanya sama.

dua buku pukul sebelas malam di rumah ^^
Dan bersyukurlah saya. Karena saya tak hanya bisa membaca sebelas cerpen dari Desi Puspitasari, tapi lebih banyak lagi. Hoho...

BTW, beberapa cerpen dalam kumcer ini pernah dimuat di beberapa koran nasional, jadi saya pikir buku ini cukup recommended untuk dibaca siapa saja yang ingin cerpennya muncul di koran pula.

Suatu saat, mungkin kumcer ini bisa dilirik penerbit mayor sehingga pembacanya lebih luas lagi. :)


Judul | Pukul Sebelas Malam
Penulis | Desi Puspitasari
Penerbit | NulisBuku.com
Tahun Terbit | 2012
Tebal | 125 hlm
ISBN | -

Sunday, October 13, 2013

Mengapa Allah Mensyariatkan Pernikahan?


Baiklah. Dua hari kemarin saya nggak bikin resensi untuk projek #31HariBerbagiBacaan. Seperti yang pernah saya sampaikan sebelumnya, saya nggak mau memaksakan diri menulis resensi setiap hari jika memang tak memungkinkan. Free time yang saya punya belakangan ini hampir selalu menjelang tengah malam. Dan kalau sudah capek berat, kadang saya memilih langsung tidur saja. Heeu.

Kemudian saya bingung mau meresensi buku apa. Berhubung bulan ini buku yang baru saya baca belum ada yang tuntas, jadilah saya memilih untuk mengulas buku-buku yang pernah dibaca. Dengan waktu yang terbatas, saya butuh buku yang dengan cepat bisa saya gambarkan isinya. Dan terpilihlah buku ini: Pengantin Islam #uhuk XD

Pengantin Islam -kalau tak salah ingat- telah saya baca di tahun 2011. Saya meminjamnya dari Rumah Baca Cahaya milik Yayasan Cahaya Muslimah -tapi sampai sekarang belum saya kembalikan, duh!- Buku ini tergolong buku lama, diterbitkan tahun 1990. Penerbitnya sendiri bukan penerbit populer. Dilihat dari temanya, buku yang memiliki judul lengkap "Pengantin Islam: Adab Meminang dan Walimah Menurut Al Quran dan Al Sunnah" ini mungkin akan tampak seperti buku-buku pernikahan kebanyakan. Namun, entah kenapa saya merasa ada kesan tersendiri selepas membaca buku ini. Maka, sayapun akhirnya menemukan buku ini diterbitkan ulang oleh Al Ilthisom dengan cover yang lebih segar.

Buku Pengantin Islam merangkum penjelasan tentang pernikahan ke dalam 11 bab, mulai dari pendahuluan, kriteria memilih jodoh, adab meminang, akad nikah,  walimah, hingga ulasan tentang berbagai problematika dalam berumah tangga. Yang paling berkesan bagi saya adalah bab kedua: Mengapa Allah Mensyariatkan Pernikahan? Penulis seolah ingin memberikan pemahaman dasar terlebih dahulu mengapa seseorang harus menikah, sebelum berbicara hal-hal teknis tentang adab-adab seputar pernikahan.

Berikut saya rangkum hikmah pernikahan sehingga Allah mensyariatkannya:
  1. Menjaga eksistensi manusia
  2. Menjaga nasab
  3. Menyelamatkan masyarakat dari dekadensi moral
  4. Kerja sama suami-isri dalam membentuk usrah (keluarga)
  5. Menyelamatkan masyarakat dari penyakit menular seksual
  6. Ketenangan ruhani dan jiwa
  7. Membangkitkan rasa keibuan dan kebapakan
Bab "Tidak Ada Kerahiban Dalam Islam" pun turut melengkapi bab sebelumnya. Bahwa rahbaniyah (kerahiban, membujang) dapat menimbulkan bahaya bukan hanya untuk kesehatan jasmani, tapi juga menyentuh sisi-sisi moral, psikologi, bahkan sosial dan ekonomi. Semua dijelaskan dengan singkat dan lugas.
Sekadar informasi, penulisnya adalah DR 'Abdullah Nashih 'Ulwan, yang terkenal dengan buku Tarbiyatul Aulad dan Tarbiyah Ruhiyah yang dikarangnya. Dan saya baru menyadarinya tadi. Heeu. Dulu sewaktu membaca buku ini tidak terlalu fokus pada penulisnya sih #kebiasaan ^^a

Selamat menemukan jodoh, eh, maksudnya menemukan buku ini di toko-toko buku islam terdekat :P

***
Judul | Pengantin Islam
Penulis | DR. 'Abdullah Nashih 'Ulwan
Penerbit | al Ishlahy Press/ al Ilthisom (cetakan baru)
Tahun terbit | 1990
Tebal | 188 hlm
ISBN | -
Published with Blogger-droid v2.0.10