Hilangnya seorang bocah bernama Ruhai di Hutan Larangan menjadi alasan yang menguatkan Chaudry Teja untuk melibatkan Erwin Danu dalam ekspedisi bersama timnya. Tujuan utama Chaudry ke Hutan Larangan adalah untuk menemukan Dr. Yudha Komara yang hilang selama enam tahun terakhir di hutan tersebut. Namun di balik itu semua, ada sebuah ambisi untuk mencari jejak lain: seekor Gigantopithecus, primata purba setinggi 3 m yang konon sudah punah ratusan ribu tahun yang lalu tetapi masih lestari di pedalaman hutan Kalimantan.
Hutan Larangan adalah hutan keramat bagi warga Sekayan. Mereka tak peduli ada atau tidaknya Gganto di hutan tersebut. Yang mereka tahu, di dalam hutan yang tak terjamah itu terdapat batutut, mahkluk mengerikan yang telah menewaskan beberapa warga mereka dengan sangat mengenaskan. Kalaupun selamat, mereka akan mengalami gangguan kejiwaan akibat trauma terhadap batutut tersebut.
Erwin, seorang peneliti orang utan di Hutan Sekayan, yang awalnya enggan terlibat dalam urusan Chaudry, akhirnya pergi bersama ke Hutan Larangan. Ada dua tim besar: tim Erwin yang terdiri atas Erwin, Ruja (ayah Ruhai), Eram (warga Sekayan), dan beberapa warga Sekayan lainnya. Sedangkan tim Chaudry meliputi Chaudry, Martin, Tran, Ruth, dan beberapa "pembantu" lapangan dalam timnya.
Saat mereka menemukan kapal Ruhai yang koyak, Martin justru hilang dalam rimbanya hutan. Tim akhirnya terbagi dua, antara mencari Ruhai dan Martin. Dalam pencarian tersebut, muncul kejanggalan-kejanggalan serta penemuan tak terduga. Benarkah Dr. Komara masih hidup? Apakah di Hutan Terlarang benar-benar masih terdapat Giganto yang keberadaannya selalu diyakini Tran? Lalu, akankah Ruhai dan Martin dapat ditemukan Erwin dkk?
Rasanya sudah lama sekali saya tak menyentuh buku bergenre petualangan semacam ini. Temanya yang terasa begitu dekat dengan kehidupan saya saat di kampus dulu menjadi sisi menarik tersendiri. Rasanya diri ini ikut terlibat dalam ekspedisi ke Hutan Terlarang tersebut. Emosi erasa terpacu bersama kejutan yang setahap demi setahap dimunculkan dalam novel ini.
Salut dengan deskripsi sang penulis dalam menggambarkan setiap detil hutan, meliputi suasana, lansekap, hingga karakter hewan dan tetumbuhan di dalamnya. Lihatlah penggambaran penulis dalam satu paragraf berikut:
“Sekarang Julag menurunkan badannya, bertumpu pada keempat kakinya seperti yang dilakukan orangutan saat berjalan. Ruhai mendekatinya dengan perlahan. Belum pernah ia sedekat ini dengan binatang yang ditakutinya ini, kecuali saat tidur. Ia bahkan belum pernah menyaksikan wajah Julag sedekat ini. Kini ia bisa menyaksikan semuanya. Wajah kera itu kehitaman dengan dua gelambir di kedua pipinya. Moncongnya panjang dan besar dengan lubang hidung yang mirip celah yang panjang. Ia bisa menyaksikan mulut yang besar. Mulut itu bisa saja menelannya dengan mudah jika Julag mau. Tapi ia yakin Julag tak akan melakukannya. Dari balik bibirnya yang tipis, Ruhai bisa melihat lidah yang kemerahan dan gigi-giginya yang sangat besar. Wajah Julag dikelilingi rambut-rambut panjang mirip jenggot berwarna coklat tua kemerahan. Kepalanya dihiasi daging yang mirip gundukan kecil di atas kepalanya, membuat kepalanya nampak seperti kerucut.” -hal. 200-201
Buku ini bukan hanya membahas tentang ilmu sains: primatologi, paleontologi, dan evolusi. Tapi juga tentang pesan-pesan penting terkait kelestarian hutan dan makhluk-makhluk di dalamnya. Membaca buku ini juga membuat saya begitu penasaran dengan sosok penulis. Melihat kepiawaiannya dalam bercerita dengan tema khusus ini, membuat saya ingin tahu latar belakang sang penulis. Apakah background-nya berkaitan dengan biologi atau hanya mengandalkan studi literatur semata? Sayangnya, saya tak menemukan satu barispun biodata penulis di dalam buku ini.
Dari hasil googling, terjawab sudah: Dia seorang Biolog! Yeaaah..! ^^v
Blognya ternyata masih aktif. Silakan mampir ke sini
Judul | Giganto: Primata Purba Raksasa di Jantung Borneo
Penulis | Koen Setyawan
Penerbit | Edelweiss
Tahun Terbit | 2009
Tebal | 440 hlm.
ISBN | 978-979-19624-7-6
blogwalking..
ReplyDeletesdh lama baca buku ini, lumayan bagus, mirip2 kamry Michael Chrichton .
Salam kenal :)
makasih sudah mampir, mba. iya, nih, telat banget baru baca. itupun dapet bukunya di tumpukan buku2 diskon MIzan ^^a
Delete