Sajak-sajak ini adalah serbuan dari langit. Akan tetapi, ia tidak menjadikan sastra terpencil. Lihatlah ia juga berbicara tentang pemogokan, kalau yang dimaksud dengan kenyataan ialah penderitaan. Sajak-sajak ini adalah sebuah pemberontakan, pemberontakan metafisik terhadap materialisme. Pemberontakan dari jenis yang paling sederhana. Tidak melahirkan syuhada. Tidak bersuara, tapi menyeluruh. Beradab dan mulia.
Sebagian sajak-sajak ini sajak diam, harus dibaca diam-diam, tanpa irama. Sebangsa yang membuai, tetapi tidak mengajak untuk bergoyang. Semacam pepatah-petitih. Diam juga bagian dari irama.
Ada sajak terang, ada sajak gelap. Terang benderang karena mudah dicerna dan tidak mengandung misteri. Gelap, karena susah dimengerti. Pernahkah Anda dalam hidup ini berbahagia tanpa mengetahui persis sebabnya, karena cinta, misalnya? Perasaan-perasaan sejenis itulah yang ingin diungkapkan melalui kata-kata dalam sajak itu. Habis, manusia adalah teka-teki yang tak pernah selesai.
[Hal. 5]
Agaknya tiga paragraf, khususnya paragraf terakhir, di atas menjawab kesan saya terhadap buku ini, heeu. Sejujurnya saya penikmat sastra yang amatir. Tak paham makna dibalik sajak-sajak yang tertuliskan, tapi mencoba menuntaskan halaman buku yang amat tipis ini sampai habis. Seseorang di Goodreads secara blak-blakan menyatakan ketidaksukaannya pada karya Kuntowijoyo yang satu ini. Baginya, novel yang dibuat Sang Sejarawan lebih 'nendang' dibanding kumpulan sajaknya.
Nyatanya, saya sendiri tak mengenal banyak sastrawan Indonesia sehingga nama Kuntowijoyo sampai di telinga saya asal lalu saja. Buku inipun adalah karya Kuntowijoyo yang pertama kali saya baca. Saat itu saya menemukan bukunya di rak buku-buku jadul sebuah toko buku. Setelah tuntas membaca seluruh isinya, saya lalu menyertakan buku ini dalam kantung belanja saya. Sederhana saja. Buku ini sangat murah, seharga Rp 4.500. Sesekali, mungkin saya ingin membacanya lagi, pikir saya saat itu.
Ketika menulis review ini, saya sempat mencari info tentang sosok Kuntowijoyo. Akhirnya saya tahu bahwa kumpulan sajak ini dibuat ketika ia sudah mengidap penyakit meningo encephalitis. Iapun tutup usia pada tahun 2005 di usianya yang menginjak 61 tahun.
Seperti yang disampaikan di awal, ada sajak yang terang dan gelap. Saya mungkin tak bisa mendalami maknanya, namun izinkan saya berbagi beberapa sajak yang meninggalkan kesan seperti berikut ini:
Demikianlah gelas yang pecah
Tak kembali ke laut
Dan sayap yang patah
Hanya menulis huruf-huruf mati
Tanpa makna
Kecuali jika engkau percaya mukjizat
Dan, kun fayakun
Di antara nama-nama indah
Aku pilih Al-Hayyu
Yang mengalirkan oksigen ke ujung pohon
Dan menggoda kerisik cemara
Ya Hayyu
Aku percaya keajaiban O2
Yang mengalir lewat darah
Dan menyebarkan virus makrifat
***
Judul | Makrifat Daun Daun Makrifat
Penulis | Kuntowijoyo
Penerbit | Gema Insani Press
Tahun Terbit | 1995
Tebal | 68 hlm
ISBN | 979-561-290-5
Penulis | Kuntowijoyo
Penerbit | Gema Insani Press
Tahun Terbit | 1995
Tebal | 68 hlm
ISBN | 979-561-290-5
Published with Blogger-droid v2.0.10
aku kok nggak ngerti gimana caranya ngerevie buku kumpulan puisi yak? :)
ReplyDeleteSaya cari2 jga buku ini, pengen bgt punya tpi blum nemu :(
ReplyDelete