Tuesday, December 31, 2013

Mencari Jawaban Dalam Perjalanan Hati


Pernikahan nggak selamanya menjadi gembok besar yang menghalangi kesempatan orang lain untuk memasukinya selama yang empunya juga selalu alpa memasang gembok itu rapat-rapat. (Andri, Hal 53)

Izinkan saya mengutip kalimat tersebut sebagai pembuka resensi ini. Sebuah quote yang sukses membuat saya geregetan dan rasa-rasanya ingin sekali menonjok lelaki bernama Andri di dalam novel Perjalanan Hati karya Riawani Elyta.

Lantas, siapakah Andri?

Bagi saya, kehadiran Andri dalam novel setebal 194 halaman ini menjadi sebuah magnet tersendiri. Padahal, dia bukanlah tokoh utama di sini. Adalah Maira dan Yudha, sepasang suami istri yang harus melakukan perjalanan hati dengan caranya masing-masing untuk menyelesaikan prahara yang menyelimuti rumah tangga mereka. Dan Andri, hanyalah bayangan masa lalu Maira. Namun, kehadirannya memiliki andil besar dalam kenangan yang diputar kembali (secara sengaja) oleh Maira.

Maira dan Yudha adalah dua sejoli yang semasa di kampus merupakan penggiat alam. Pernikahan membuat keduanya menghentikan aktivitas di alam liar karena kondisi keduanya yang memang tak lai memungkinkan. Yudha sibuk kerja, Maira memilih menjadi ibu rumah tangga. Namun, tentu ada tanda tanya besar dalam pikiran Yudha saat Maira tiba-tiba meminta izin untuk melakukan keiatan backpacking ke anak Krakatau. Dugaan singkat Yudha, hal tersebut berkaitan dengan Donna, wanita di masa lalu Yudha. 

Perjalanan Maira menuju anak Krakatau tentu bukan sebagai pelarian semata. Ada tanya yang belum terjawab. Tentang arti pernikahan yang dibangun antara Maira-Yudha yang selama ini nyaris tanpa masalah sebelum kedatangan Donna. Ada kenangan yang memaksanya larut, menikmati masa lalu yang pernah ia alami bersama Andri, cinta dalam diam yang harus berakhir tanpa alasan. Hanya sebuah kesadaran yang hadir: Andri menghilang.

Dan kembali bersamanya dalam perjalanan backpacking ini.

Lantas, ke mana hati Maira akan berlabuh, Andri atau Yudha? Lantas apa misi di balik kedatangan Donna? Apakah Yudhapun kelak akan tertarik ke dalam masa lalunya?

Ini adalah novel bergenre domestic romance dengan alur yang agak lambat namun menyisakan kesan nano-nano di setiap babnya. Pembaca seolah diajak mendalami perasaan masing-masing tokoh, ditarik untuk terlibat dalam konflik yang mengemuka, dan dibuat penasaran dengan ending perjalanan hati mereka.

Oya, satu hal yang saya sendiri tersadar setelah mengumpulkan kutipan-kutipan menarik dalam buku Perjalanan Hati. Sang Penulis agaknya teramat senang menggunakan kata ‘terkadang” sehingga kata tersebut cukup sering ditemukan dalam novel ini. Ya nggak masalah sih. Terkadang, ada hal-hal detil –gak penting- yang perlu disampaikan untuk kepuasan si pembuat resensi. Hehe..
 

Judul | Perjalanan Hati
Penulis | Riawani Elyta
Penerbit | Rak Buku
Tahun terbit | 2013
Tebal | iv + 194 Hal
ISBN | 602175596-0

Suara dari masa lalu itu masih berembus kencang
Menyergapku dalam rindu yang dingin
Ini tentang rasa yang terus tumbuh dan terpelihara
Jika tidak pada tempatnya,
Maka ia tak ubahnya ilalang kering
Kusadari, bayang-bayangmu tak hadirkan rasa benci,
tetapi rindu yang perlahan-lahan berembus

Ini cerita tentang aku

Aku yang menapaktilasi masa lalu,
mencoba mencari rasa yang terserak untuk menetapkan hati
Aku yang berjalan mengitari hatinya,
mencoba mencari getaran itu kembali
Ketika semua terasa hampa,
apakah kau masih mau berdiri di sana....
Menungguku pulang dan memelukku erat


***

resensi ini diikutkan dalam lomba resensi Perjalanan Hati oleh Riawani Eyta

Monday, October 14, 2013

Pukul Sebelas Malam



Selamat pagiii...!


Perkenalkan, namaku Rin. Aku perempuan yang sedang berusaha terbang menggapai sejumput harapan meski sayap kiriku terluka dan tak jarang membuatku nyeri setiap kali aku mengangkasa.


Apakah kau masih mengingatku? Aku yang setiap pukul sebelas malam menyapamu. Tapi kau tidak ada. Dan kusadari bahwa dunia kita memang berbeda. Kau lebih memilih berkawan akrab dengan mentari dan tak sekalipun memperhatikanku.


Tapi shubuh tak pernah bosan mempertemukan kita. Sejak kokok ayam bersahut-sahutan hingga kawanmu -Si Mentari itu- menarikmu dan membawamu pergi. Menjauh.


Selamat Pagi!


Dan kusadari bahwa kita memiliki pagi yang berbeda. Pagiku adalah malammu. Sampai kapanpun akan begitu. Kecuali salah satu dari kita mengalah dan membuat definisi pagi yang satu. Tapi tak ada yang mau mengalah untuk itu. Tidak kau. Begitu juga denganku.


Kepada shubuh kusampaikan sebuah pesan, "Aku terluka, tapi sayapku tidak patah. Mimpiku pun masih menggantung di langit-langit asa. Dan aku masih ingat untuk terbang tinggi dan menggapainya. Selamat pagi. Dan selamat tinggal."

***

Fiksi mini di atas saya buat saat Mba Desi Puspitasari membuat giveaway berhadiah buku Pukul Sebelas Malam yang belum lama ia terbitkan secara indie pada tahun 2012 yang lalu. Pada akhirnya saya tetap memesan buku tersebut pada Sang Penulis karena saya memang ingin sekali memilikinya.

Saya mengenal karya Desi Puspitasari awalnya hanya sebatas tulisan-tulisan di blognya. Kemudian beranjak ke cerpen-cerpen yang ia buat dan menemukan rasa tulisan yang sama seperti dalam blognya itu: mengalir dan tak terhentikan. Saya selalu suka pemilihan kata yang ia pakai untuk menggambarkan sesuatu. Ceplas-ceplos, apa adanya, dan liar. Hehe. Membaca cerpennya seolah membaca novel/cerpen terjemahan. Tema kumcer-nya sendiri banyak yang menarik. Saya suka dengan suatu karya yang memberi info baru dalam tulisannya. Dan saya menemukan itu di kumcer Pukul Sebelas Malam

Oya, berhubung buku ini diterbitkan secara indie melalui NulisBuku.com, maka naskahnyapun dapat terus diperbaharui. Saya sendiri saat itu memesan buku yang sepertinya masih trial and error. Tata letaknya masih seadanya. Font-nya besar-besar. Kesimpulan ini saya buat karena tak lama kemudian kawan saya menghadiahkan buku yang serupa, dengan judul yang sama, dari penulis yang sama pula, tapi secara isi ternyata sedikit berbeda. Bukan hanya tata letaknya yang menjadi lebih rapi atau ukuran bukunya yang lebih panjang sedikit, tetapi juga cerpen-cerpen yang disajikan ternyata tidak semuanya sama.

dua buku pukul sebelas malam di rumah ^^
Dan bersyukurlah saya. Karena saya tak hanya bisa membaca sebelas cerpen dari Desi Puspitasari, tapi lebih banyak lagi. Hoho...

BTW, beberapa cerpen dalam kumcer ini pernah dimuat di beberapa koran nasional, jadi saya pikir buku ini cukup recommended untuk dibaca siapa saja yang ingin cerpennya muncul di koran pula.

Suatu saat, mungkin kumcer ini bisa dilirik penerbit mayor sehingga pembacanya lebih luas lagi. :)


Judul | Pukul Sebelas Malam
Penulis | Desi Puspitasari
Penerbit | NulisBuku.com
Tahun Terbit | 2012
Tebal | 125 hlm
ISBN | -

Sunday, October 13, 2013

Mengapa Allah Mensyariatkan Pernikahan?


Baiklah. Dua hari kemarin saya nggak bikin resensi untuk projek #31HariBerbagiBacaan. Seperti yang pernah saya sampaikan sebelumnya, saya nggak mau memaksakan diri menulis resensi setiap hari jika memang tak memungkinkan. Free time yang saya punya belakangan ini hampir selalu menjelang tengah malam. Dan kalau sudah capek berat, kadang saya memilih langsung tidur saja. Heeu.

Kemudian saya bingung mau meresensi buku apa. Berhubung bulan ini buku yang baru saya baca belum ada yang tuntas, jadilah saya memilih untuk mengulas buku-buku yang pernah dibaca. Dengan waktu yang terbatas, saya butuh buku yang dengan cepat bisa saya gambarkan isinya. Dan terpilihlah buku ini: Pengantin Islam #uhuk XD

Pengantin Islam -kalau tak salah ingat- telah saya baca di tahun 2011. Saya meminjamnya dari Rumah Baca Cahaya milik Yayasan Cahaya Muslimah -tapi sampai sekarang belum saya kembalikan, duh!- Buku ini tergolong buku lama, diterbitkan tahun 1990. Penerbitnya sendiri bukan penerbit populer. Dilihat dari temanya, buku yang memiliki judul lengkap "Pengantin Islam: Adab Meminang dan Walimah Menurut Al Quran dan Al Sunnah" ini mungkin akan tampak seperti buku-buku pernikahan kebanyakan. Namun, entah kenapa saya merasa ada kesan tersendiri selepas membaca buku ini. Maka, sayapun akhirnya menemukan buku ini diterbitkan ulang oleh Al Ilthisom dengan cover yang lebih segar.

Buku Pengantin Islam merangkum penjelasan tentang pernikahan ke dalam 11 bab, mulai dari pendahuluan, kriteria memilih jodoh, adab meminang, akad nikah,  walimah, hingga ulasan tentang berbagai problematika dalam berumah tangga. Yang paling berkesan bagi saya adalah bab kedua: Mengapa Allah Mensyariatkan Pernikahan? Penulis seolah ingin memberikan pemahaman dasar terlebih dahulu mengapa seseorang harus menikah, sebelum berbicara hal-hal teknis tentang adab-adab seputar pernikahan.

Berikut saya rangkum hikmah pernikahan sehingga Allah mensyariatkannya:
  1. Menjaga eksistensi manusia
  2. Menjaga nasab
  3. Menyelamatkan masyarakat dari dekadensi moral
  4. Kerja sama suami-isri dalam membentuk usrah (keluarga)
  5. Menyelamatkan masyarakat dari penyakit menular seksual
  6. Ketenangan ruhani dan jiwa
  7. Membangkitkan rasa keibuan dan kebapakan
Bab "Tidak Ada Kerahiban Dalam Islam" pun turut melengkapi bab sebelumnya. Bahwa rahbaniyah (kerahiban, membujang) dapat menimbulkan bahaya bukan hanya untuk kesehatan jasmani, tapi juga menyentuh sisi-sisi moral, psikologi, bahkan sosial dan ekonomi. Semua dijelaskan dengan singkat dan lugas.
Sekadar informasi, penulisnya adalah DR 'Abdullah Nashih 'Ulwan, yang terkenal dengan buku Tarbiyatul Aulad dan Tarbiyah Ruhiyah yang dikarangnya. Dan saya baru menyadarinya tadi. Heeu. Dulu sewaktu membaca buku ini tidak terlalu fokus pada penulisnya sih #kebiasaan ^^a

Selamat menemukan jodoh, eh, maksudnya menemukan buku ini di toko-toko buku islam terdekat :P

***
Judul | Pengantin Islam
Penulis | DR. 'Abdullah Nashih 'Ulwan
Penerbit | al Ishlahy Press/ al Ilthisom (cetakan baru)
Tahun terbit | 1990
Tebal | 188 hlm
ISBN | -
Published with Blogger-droid v2.0.10

Thursday, October 10, 2013

Makrifat Daun Daun Makrifat


Sajak-sajak ini adalah serbuan dari langit. Akan tetapi, ia tidak menjadikan sastra terpencil. Lihatlah ia juga berbicara tentang pemogokan, kalau yang dimaksud dengan kenyataan ialah penderitaan. Sajak-sajak ini adalah sebuah pemberontakan, pemberontakan metafisik terhadap materialisme. Pemberontakan dari jenis yang paling sederhana. Tidak melahirkan syuhada. Tidak bersuara, tapi menyeluruh. Beradab dan mulia.
Sebagian sajak-sajak ini sajak diam, harus dibaca diam-diam, tanpa irama. Sebangsa yang membuai, tetapi tidak mengajak untuk bergoyang. Semacam pepatah-petitih. Diam juga bagian dari irama.

Ada sajak terang, ada sajak gelap. Terang benderang karena mudah dicerna dan tidak mengandung misteri. Gelap, karena susah dimengerti. Pernahkah Anda dalam hidup ini berbahagia tanpa mengetahui persis sebabnya, karena cinta, misalnya? Perasaan-perasaan sejenis itulah yang ingin diungkapkan melalui kata-kata dalam sajak itu. Habis, manusia adalah teka-teki yang tak pernah selesai.

[Hal. 5]

Agaknya tiga paragraf, khususnya paragraf terakhir, di atas menjawab kesan saya terhadap buku ini, heeu. Sejujurnya saya penikmat sastra yang amatir. Tak paham makna dibalik sajak-sajak yang tertuliskan, tapi mencoba menuntaskan halaman buku yang amat tipis ini sampai habis. Seseorang di Goodreads secara blak-blakan menyatakan ketidaksukaannya pada karya Kuntowijoyo yang satu ini. Baginya, novel yang dibuat Sang Sejarawan lebih 'nendang' dibanding kumpulan sajaknya.

Nyatanya, saya sendiri tak mengenal banyak sastrawan Indonesia sehingga nama Kuntowijoyo sampai di telinga saya asal lalu saja. Buku inipun adalah karya Kuntowijoyo yang pertama kali saya baca. Saat itu saya menemukan bukunya di rak buku-buku jadul sebuah toko buku. Setelah tuntas membaca seluruh isinya, saya lalu menyertakan buku ini dalam kantung belanja saya. Sederhana saja. Buku ini sangat murah, seharga Rp 4.500. Sesekali, mungkin saya ingin membacanya lagi, pikir saya saat itu.

Ketika menulis review ini, saya sempat mencari info tentang sosok Kuntowijoyo. Akhirnya saya tahu bahwa kumpulan sajak ini dibuat ketika ia sudah mengidap penyakit meningo encephalitis. Iapun tutup usia pada tahun 2005 di usianya yang menginjak 61 tahun.

Seperti yang disampaikan di awal, ada sajak yang terang dan gelap. Saya mungkin tak bisa mendalami maknanya, namun izinkan saya berbagi beberapa sajak yang meninggalkan kesan seperti berikut ini:

Demikianlah gelas yang pecah
Tak kembali ke laut
Dan sayap yang patah
Hanya menulis huruf-huruf mati
Tanpa makna
Kecuali jika engkau percaya mukjizat
Dan, kun fayakun

Di antara nama-nama indah
Aku pilih Al-Hayyu
Yang mengalirkan oksigen ke ujung pohon
Dan menggoda kerisik cemara

Ya Hayyu

Aku percaya keajaiban O2
Yang mengalir lewat darah
Dan menyebarkan virus makrifat

***
Judul | Makrifat Daun Daun Makrifat
Penulis | Kuntowijoyo
Penerbit | Gema Insani Press
Tahun Terbit | 1995
Tebal | 68 hlm
ISBN | 979-561-290-5
Published with Blogger-droid v2.0.10

Wednesday, October 9, 2013

Kuingin Waktuku Jadi Jembatanku Menuju Surga

"Waktu adalah satu-satunya hal yang tidak dapat dihentikan atau dikendalikan. Ini adalah ketetapan alam yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Setiap detik pergi, berarti telah berlalu bagian dari hidup kita. Dan itu takkan kembali selamanya. Manusia adalah gabungan dari detik demi detik itu. Dan di akhir detik dalam hidup itulah, manusia akan mati. Bersegeralah memanfaatkan detik itu dan menjadikannya untuk melakukan amal yang bermanfaat di dunia dan akhirat." -hal. 9
Saya amat merekomendasikan buku ini untuk siapa saja -terkhusus muslim/ah- yang butuh bacaan tentang manajemen waktu. Tema seputar manajemen waktu tentu sudah banyak yang membahasnya. Mulai dari shaing penulis lokal hingga akan kita dapati tips-tips dari penulis berskala internasional. Namun, dari sekian banyak buku yang beredar, akan kita dapati ulasan yang hampir seragam. Bahwa segala aktivitas dalam hidup ini dikaitkan dengan hal-hal duniawi semata.

Berbeda dengan buku-buku kebanyakan, buku yang merupakan kumpulan artikel penulis di rubrik Majalah Tarbawi ini menitikberatkan pada pentingnya keridhaan Allah SWT dalam setiap waktu yang kita habiskan. Dengan mengetahui tujuan hidup kita, yaitu untuk mencapai keridhaan Allah SWT, maka kita akan memandang waktu ini dengan cara yang berbeda.

Disajikan dalam bentuk sharing penulis tentang pengalamannya dalam mengatur waktunya menjadi produktif, bermanfaat, dan penuh makna, membuat buku ini jadi terasa membumi. Setiap kata-kata di dalam babnya dapat menjadi ajang kontemplasi diri. Membuat pembaca sejenak merenungkan kembali kehidupan yang telah dan akan ia jalani. Tips-tips yang disajikanpun berbeda dari buku-buku kebanyakan. Semuanya memang selalu dikembalikan pada hakikat manusia sebagai hamba Allah SWT.

Buku ini cukup tipis, 75 halaman saja. Namunwjika pembaca benar-benar menghayati setiap bab yang tertuliskan, insyaAllah waktu yang dijalani dapat menjadi jembatan menuju surga-Nya kelak.



Judul | Kuingin Waktuku Jadi Jembatanku Menuju Surga
Penulis | Ir. Abduldaem Al Kaheel
Penerbit | Tarbawi Press
Tahun Terbit | 2011
Tebal | 75 hlm
ISBN | 978-602-901-304-7


Published with Blogger-droid v2.0.10

Monday, October 7, 2013

Mari Merayakan Luka

launching, book signing, dan diskusi buku Festival :D

Saya mengenal Alfi pertama kali melalui dunia maya. Tarian katanya membuat saya betah berkunjung ke blog penulis kelahiran Serang ini. Namun, tak pernah saya bersitatap dengannya. Sekalipun. Ah, mungkin sekali dua saya pernah bertemu juga. Hanya, mungkin rupa yang tak terekam dalam ingatanlah yang menjadi penghalang bagi kami untuk saling sapa.

Saya mengenal Ijonk pada awalnya lewat jawaban unik yang ia lontarkan sewaktu debat kandidat caka dan cawaka BEM UI  berlangsung di Fakultas MIPA.


"Satu tambah satu sama dengan?" tanya seorang mahasiswi.
"Sakinah mawaddah warahmah," katanya.


Kemudian, saya terseret ke dalam aforisma yang ia buat. Hingga waktu mengajak saya mengenal lebih banyak karyanya yang lain. Puisi-puisi Ijonk kerap mampir di halaman Kompas rupanya.
Saya lantas berjumpa dengan keduanya sekaligus, Alfi dan Ijonk, lewat buku yang mereka garap bersama. Saya menyambut baik kehadiran buku ini.

Festival namanya.

Buku ini merangkum karya-karya sastra Alfi dan Ijonk dalam bentuk aforisma, puisi, serta prosa mini yang sebagian besar diambil dari blog/catatan masing-masing penulis. Cover bukunya yang hitam plus judul Festival yang beraneka warna seolah pas sekali dengan apa yang tertulis di halaman pertama buku setebal 145 halaman ini.


: teruntuk mereka yang sedang merayakan luka.
Bagaimanapun ada cinta.


Lantas, apakah buku ini banyak berkisah tentang luka akibat cinta? Entahlah. Tiap pembaca tentu bebas menyimpulkan makna dibalik sebuah tulisan. Saya sendiri tak ingin ambil pusing untuk menginterpretasikan lebih jauh hasil karya Sang Penulis. Cukuplah saya menikmati setiap untai kata yang terangkai indah. Pun saya pikir, hadirnya buku ini bukan untuk membincangi hal tersebut.

Yang paling saya sayangkan adalah buku ini diterbitkan secara Indie. Entah karena memang tren karya sastra berupa puisi yang meredup di pasaran, hingga penerbit tak ingin ambil risiko kecuali menerbitkan karya sastrawan yang telah diakui namanya. Atau memang kedua penulis ini tak ingin mengkomersilkan karyanya. Sekadar untuk mengumpulkan "sampah-sampah dunia maya" mereka. Ah, padahal, buku ini layak dibaca oleh lebih banyak orang lagi.

Maka, sembari menunggu karya mereka terbit lagi, mari nikmati jejak-jejak kata mereka lewat blog:


http://ijonkmuhammad.tumblr.com/
http://alfisyahriyani.tumblr.com




Judul | Festival
Penulis | Ijonk Muhammad & Alfi Syahriyani
Penerbit | Langit Sastra
Tahun Terbit | 2013
Tebal | v + 145 hlm
ISBN | -


Published with Blogger-droid v2.0.10

Sunday, October 6, 2013

Undang Saja Allah


Di bulan Ramadhan tahun lalu, Ust. Yusuf Mansur begitu sering muncul di televisi. Setiap pukul 9 malam pemirsa ANTV disuguhkan program bertajuk "Chatting Dengan YM." Sayapun turut serta menontonnya kala itu. Belum cukup dengan tayangan malam, ada pula program selepas shubuh, yaitu Wisata Hati. Lengkap, deh!

Selama sebulan "berjumpa" dengan Sang Ustadz di layar kaca, agaknya membuat saya hafal dengan gaya bicaranya yang Betawi banget. Ustadz yang terkenal sebagai pegiat sedekah ini memang khas betul performanya. Maka, ketika saya membaca buku Undang Saja Allah di bulan Januari lalu, saya seolah mendengar langsung Ustadz YM berbicara. Bahasa verbal dan nonverbalnya ternyata tak jauh beda.

Buku ini kemudian menjadi begitu interaktif. Simak deh paragraf berikut:
"Satu masa saya pernah berpikir, kalau saya "tekor" di urusan shalat wajib dan shalat sunnah, maka bayarannya akan ampun-ampunan.
Ampun-ampunan apanya?
Ampun-ampunan beratnya.
Bukankah cara Allah membersihkan di antaranya dengan memberikan bala & musibah; baik berupa KESUKARAN HIDUP, PENYAKIT, SEMPIT RIZKI, KETIBAN HUTANG, dll? Itu belum lagi kalau urusannya adalah perbuatan dosa. MasyaAllah, tentu tambah tekorlah saya. Dan judulnya bukan lagi sekadar musibah, tapi sudah berupa azab dah kali."
- Saling Terhubung, hal. 51

Gimana? YM banget, kan?

Ehya, resensi ini mungkin nggak mengikuti kaidahnya yaa. Tanpa pembukaan, eh, malah udah bahas kesan saya tentang buku ini. Heeu.. Baiklah, saya beritahu sedikit. Buku Undang Saja Allah merupakan seri YM books yang diterbitkan oleh Zikrul Hakim. Buku: Kuliah Tauhid; Semua Bisa Jadi Pengusaha; Boleh Gak Sih, Sedekah Ngarep; adalah beberapa judul lainnya (yang belum saya punya dan baca, hiks). Dari judul-judulnya mungkin dapat tergambarkan tema yang akan diulas dalam buku tersebut.

Undang Saja Allah sendiri memiliki tagline: Belajar Syukur, Belajar Yakin. Maka, buku ini mengajak pembaca untuk mengedepankan rasa syukur dan yakin dalam menjalani kehidupan ini. Syukur kemudian menjadi ciri-ciri the winner, sedangkan yakin akan menghindarkan kita dari pribadi the looser.

Seperti biasa, Ustadz YM senang berbagi hikmah lewat kisah-kisah yang kerap ia temui. Ada kisah tentang keluarga yang terlilit hutang, ada pula yang belum dikaruniai anak padahal telah bertahun-tahun menikah, dll. Maka, jawabannya satu: undang saja Allah. Mintalah pada-Nya yang Maha Pemberi Rezeki. Tentunya dengan disertai rasa syukur dan yakin tadi.

Ah, maafkan, sepertinya saya tak bisa menuliskan lebih banyak lagi. Saya hanya bisa merekomendasikan buku ini. Nggak akan rugi deh beli bukunya! Buku ini juga menggunakan kertas yang ringan sehingga tak perlu ragu untuk membawanya kemana-mana.

Oke, kalau nanti sudah baca bukunya, berbagi kesan dengan saya yaa! ;)


Judul | Undang Saja Allah: Belajar Syukur, Belajar Yakin
Penulis | Yusuf Mansur
Penerbit | Zikrul Hakim
Tahun Terbit | Okt 2012
Tebal | 256 hlm
ISBN | 978-978-063-798-6

"Ketahuilah, ketika mendorong orang melakukan perbuatan baik, maka perbuatan baik yang dilakukan orang lain akan menjadi kebaikan buat diri kita sendiri. InsyaAllah kita akan dapat terus pahalanya hingga ia berganda-ganda lagi kelipatannya." -Undang Saja Allah hal. 46

Published with Blogger-droid v2.0.10

Saturday, October 5, 2013

Karena Bertanya Tak Membuatmu Berdosa

Sebenarnya, yang cantik itu yang gimana, sih?
Apakah arti kebahagiaan itu?
Bagaimana orang mendefinisikan kata 'waktu'?
Siapakah sesungguhnya orang gila itu? Kau atau dia?

Pernahkah pertanyaan-pertanyaan itu terlintas dalam pikiran kita? Mungkin tidak sama persis. Tapi pastinya pernah ada masa ketika kita bertanya tentang banyak hal, mulai dari hal penting, ilmiah, rumit, bahkan hal-hal yang paling sederhana sekalipun. Nah, pertanyaan-pertanyaan di atas adalah sebagian dari pertanyaan yang akan bertebaran dalam buku A Cat in My Eyes ini. Disajikan dalam bentuk sketsa, prosa, serta gabungan antara karya fiksi dan non fiksi yang entah apa namanya, membuat buku ini terasa sangat unik.

Ada pertanyaan-pertanyaan yang kemudian secara langsung dapat terjawab. Namun ada pula pertanyaan yang tanpa jawaban -yang boleh jadi karena memang tak butuh jawabannya. Yaa, yang terpenting adalah: bertanyalah! Karena bertanya tak membuatmu dosa. Justru hidup yang tak pernah dipertanyakan, sesungguhnya adalah hidup yang tak pernah layak untuk diteruskan, begitu kata Socrates.

Dan inilah beberapa jawaban atas beberapa pertanyaan yang hadir. Bisa disepakati atau tidak. Tak ada yang memaksa pembaca untuk mengikuti jalan pikiran sang penulis. Tapi setidaknya jawaban ini mengayakan cara pandang kita akan sesuatu.

"Jadi, cantik yang kita sebut sebagai langsing, kulit putih, tinggi, tubuh mulus, dan seterusnya, itu hanyalah eksistensi; kulit luarnya saja. Sementara, esensinya jauh lebih agung dan sempurna dibandingkan eksistensial tadi itu. Tapi, kita memang seringkali mementingkan kulit daripada fisik, bukan?"
- Tubuh, hal. 14
 
"Kita merasa normal dengan mengerahkan segala potensi resistensi kita dan menertawakan orang-orang gila di rumah sakit jiwa, padahal sesungguhnya kitalah yang gila dan layak untuk ditertawakan. Kita merasa normal, padahal tidak. Kita merasa normal, padahal kita mencuri. Kita merasa normal, padahal kita tidak bermoral. Kita merasa normal dengan segala tingkah skizofrenik yang kita lakukan. Kita hidup tanpa jiwa dan kesadaran yang utuh, jiwa dan kesadaran kita telah terbelah memilah-milah yang kita senangi saja, itulah sebabnya mengapa kita layak disebut gila.
- Skizofrenia, hal. 123

"Pemaafan memang tidak mengubah masa lalu, tetapi ia melapangkan masa depan."
- Memaafkan, hal. 167

Buku A Cat in My Eyes ini sebenarnya tak masuk dalam list buku yang akan saya beli ketika mengunjungi toko buku beberapa bulan yang lalu. Tapi tarikan magnet Sang Penulis memang cukup besar hingga saya memutuskan untuk membawanya sampai ke meja kasir. Saya sadari ternyata Fahd Djibran termasuk penulis yang buku-bukunya cukup banyak saya baca juga. Bahkan hingga kini saya masih ingin membaca karyanya yang lain.

Kadang, saya merasa Fahd dan Tere Liye punya daya imajinasi yang nggak jauh beda. Gaya menulisnyapun cukup mirip. Ah, atau mungkin hanya pada penggunaan kata "hei"-nya saja yang kerap yaa? Hehe... Tapi terkadang, gagasan yang ditulis Fahd terasa lebih rumit dan ngajak mikir :P. Mungkin karena ada teori-teori yang diselipkan dalam kisah fiksi yang dibuatnya.

Namun, saya menyambut baik Penerbit Gagas Media yang menerbitkan ulang buku yang pada awal terbitnya berjudul Kucing ini. Sebagai penerbit besar yang banyak menyentuh pembaca dari kalangan remaja, saya berharap buku ini mendapat sambutan yang baik. Mungkin gaya berceritanya tak serenyah novel-novel teenlit, tapi bagi saya, buku ini perlu dibaca para remaja. Dan semoga setelah membaca buku ini, terbentuklah pemahaman baru. Yang lahir dari pertanyaan-pertanyaan diri seputar kehidupan ini.

 
Judul | A Cat in My Eyes
Penulis | Fahd Djibran
Penerbit | Gagas Media
Tahun Terbit | 2013
Tebal | xii + 190 hlm
ISBN | 978-979-780-622-4

Friday, October 4, 2013

Saat Cinta Singgah di Hati Yang Salah

Empat remaja. Freya, Moses, Adrian, Gia. Masa putih abu-abu diwarnai dengan kisah cinta layaknya remaja seusia mereka. Moses menyukai Freya sedangkan Adrian jatuh hati pada Gia. Dua cowok itu kemudian janjian nembak cewek yang mereka suka. Beruntungnya gayung bersambut. Maka, lahirlah dua pasangan baru di sekolah. Moses-Freya dan Adrian-Gia.

Berhubung Moses dan Adrian berteman akrab pun dengan Freya dan Gia, maka setiap akhir pekan merekapun mengadakan double date di sebuah kafe. Suatu pekan, Moses tak bisa menjemput Freya menuju kafe yang menjadi tempat pertemuan rutin mereka. Freya kemudian menghubungi Adrian untuk mengabarkan kalau Moses akan menyusul nantinya. Lalu percakapan via telepon genggampun berujung pada tawaran Adrian untuk menjemput Freya. Toh saat itu Giapun masih di sanggar lukisnya, pikir Adrian.

Sebenarnya -ini adalah tawaran basa-basi. Dalam keseharian mereka, tak banyak interaksi yang terjalin di antara Adrian dan Freya. Hanya teman dari pacar masing-masing. Tapi siapa yang menyangka kalau kejadian jemput menjemput itu menjadi awal bagi Adrian dan Freya untuk mengenal lebih dalam satu sama lain.

Ah, sampai di sini pasti pembaca dengan mudah dapat menebak kelanjutan ceritanya.

Kepergian ibunda Adrian untuk selama-lamanya menjadi momen terpenting bagi perkembangan hubungan Adrian dan Freya. Freya hadir di saat yang tepat, kala Adrian merasa membutuhkan seseorang yang bukan hanya menemaninya, tetapi juga memahami perasaan kehilangan yang dialami Adrian. Dan Freya yang mulai jenuh dengan kisah cintanya bersama Moses mulai memandang Adrian sebagai sosok yang lain. Lebih dari sebatas pacar sahabatnya.

Lalu, bagaimana hubungan antara Moses dan Freya? Apakah Adrian dan Gia juga tetap menjadi pasangan paling romantis di sekolahnya?

Remember When ini buku ketiga Winna Efendi yang saya baca. Dua judul sebelumnya antara lain Ai dan Refrain. Seperti komentar saya untuk novel-novel Wina sebelumnya. Penulis muda ini pandai mencuri perhatian pembaca dengan gaya berceritanya yang mengalir. Seolah pembaca tak diberi kesempatan untuk mengambil jeda sejenak sebelum menuntaskan bacaannya.

Saya nggak mau cerita banyak tentang novel ini. Seperti teenlit pada umumnya, kisah ini bisa dibilang agak klise. Nggak ada tema sampingan yang dibahas dalam novel perdana bagi Wina ini. Semuanya hanya menceritakan tentang cinta. Hanya mungkin yang cukup menarik ketika peristiwa kematian ibunda Adrian serta bagaimana cowok itu menjadi sosok yang berubah. Kesadaran bahwa Adrian dan Freya saling memahami meski terkesan terlambat karena masing-masing mereka telah memiliki pacar, menjadi satu poin yang memberi kesan tersendiri.

Yah, pada suatu masa, terkadang memang cinta singgah di hati yang salah. #bukancurcol XD

Oya, saya paling merasa janggal dengan momen ketika Freya dengan 'bodohnya' menerima rokok yang ditawarkan Adrian padanya. Saya pikir, untuk ukuran orang yang cerdas seperti Freya, ia harusnya tahu betul bagaimana rokok itu tidak baik untuk kesehatan. Yaa, meski awalnya Freya menolak tawaran tersebut, tapi toh akhirnya dia menghisapnya juga. Dan saya tetep nggak rela T.T

Tapi manusia memang memiliki sisi-sisi kebodohannya masing-masing sih yaa. Seperti juga Gia. Di satu sisi Gia sangat tidak menyukai aktivitas merokok. Bahkan asapnyapun dia benci. Tapi nyatanya dia menjalin hubungan cinta yang tak sehat dengan Adrian. Meski atas dasar suka sama suka sekalipun, menyerahkan keperawanannya sebelum ada ikatan pernikahan di antara mereka jelaslah tak dibenarkan.

BTW, saya baru tahu kalau sebelumnya buku ini berjudul Kenangan Abu-abu. Saya rasa tepat juga sih kalo judulnya diganti jadi Remember When. Lebih manis gimanaaa gitu. Dan cocok juga dengan isi ceritanya.



Apa pun yang kau katakan, bagaimanapun kau menolaknya, cinta akan tetap berada di sana, menunggumu mengakui keberadaannya.

Bagi kita, senja selalu sempurna; bukankah sia-sia jika menggenapkan warnanya? Seperti kisahmu, kau dan dia, juga kisahku, aku dan lelakiku. Tak ada bagian yang perlu kita ubah. Tak ada sela yang harus kita isi. Bukankah takdir kita sudah jelas?

Lalu, saat kau berkata, "Aku mencintaimu", aku merasa senja tak lagi membawa cerita bahagia. Mungkinkah kata-katamu itu ambigu? Atau, aku saja yang menganggapnya terlalu saru?

"Aku mencintaimu," katamu. Mengertikah kau apa artinya? Mengertikah kau kalau kita tak pernah bisa berada dalam cerita yang sama, dengan senja yang sewarna?

Takdir kita sudah jelas. Kau, aku, tahu itu.

***

Judul | Remember When
Penulis | Winna Efendi
Penerbit | Gagas Media
Tahun Terbit | 2011
Tebal | 260 hlm
ISBN | 9797804879

Thursday, October 3, 2013

Terpikat RectoVerso

Saya mungkin terlalu berani untuk mendeklarasikan bahwa saya penggemar karya-karya Dee. Nyatanya, satu paket supernova pun belum pernah saya baca. Tapi bolehlah saya sampaikan bahwa untuk karya Dee yang lain, saya telah tuntas membacanya. Dimulai dari Filosofi Kopi yang membuat saya seketika terpikat oleh cara Dee mengikat ide. Berlanjut ke Madre, lalu Perahu Kertas. Dan terakhir adalah yang akan saya buat ulasannya adalah ini: RectoVerso.

Boleh dibilang saya terlambat mengetahui karya unik Dee yang satu ini. perkenalan saya dengan Rectoverso justru ketika kisah-kisah dalam kumpulan cerpen ini hendak diangkat ke layar lebar. Sejak membaca bukunya untuk pertama kali di bulan April 2013 pun saya tak langsung melahapnya hingga habis. Saya memilih untuk tak terburu-buru menyelesaikannya. Bagi saya, begitulah cara paling asyik menikmati karya Dee. Butuh konsentrasi yang cukup penuh jika tak ingin menutup buku dengan mata yang melongo --ketauan kan kalo saya gagap sama bacaan sastra ^^a

Oya, saya menyebut Rectoverso ini sebagai karya yang unik karena memang buku ini lain dari yang lain -saat awal mula peluncurannya tepatnya-. Terdapat 11 kisah yang didukung oleh 11 lagu plus gambar-gambar penunjang di beberapa halamannya. Semuanya benar-benar saling melengkapi. Buku ini mungkin juga menjadi cerminan paling real bagi seorang Dee, sebagai seorang musisi dan penulis.

Dan saya terpikat Rectoverso.

Tidak semua kisahnya meninggalkan kesan mendalam, sih. Beberapa kisah yang paling saya suka diantaranya Hanya Isyarat, Malaikat Tanpa Sayap, dan Firasat. Tapi yang lain tetap memiliki kekhasannya. Saya selalu suka dengan cara Dee menyampaikan tiap gagasan ke dalam tulisan. Ide-ide yang sebenarnya klise, dipoles menjadi sebuah cerita dengan sudut pandang yang berbeda. Menarik. Terutama bagaimana Dee kemudian mengeksekusi cerpen tersebut hingga dihasilkan ending yang apik. Sangat apik.

Seperti tagline yang tertulis di cover bukunya yang baru (pun dalam filmnya), Rectoverso banyak mengambil kisah-kisah cinta khususnya perihal cinta yang tak terungkapkan. Rasanya buku ini menjadi begitu cocok untuk sesiapa yang sedang patah hati atau memilih mematahkan hatinya sendiri karena cintanya yang diam-diam.

Dan sebagai penutup, terimalah satu kutipan paragraf dari cerpen berjudul Hanya Isyarat berikut:

Aku menghela napas. Kisah ini terasa smakin berat membebani lidah. Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun, orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang cuma sanggup kuhayati bayangannya dan tak akan pernah kumiliki keutuhannya. Seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan ini sanggup mengejar. Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat halus udara, langit, awan, atau hujan. Seseorang yang selamanya harus dibiarkan berupa sebentuk punggung karena kalau sampai ia berbalik, niscaya hatiku hangus oleh cinta dan siksa.
- Hanya Isyarat, hal 52

Selamat membaca!

cover buku yang lama dan baru | sumber: jengtera.com
Judul | Rectoverso
Penulis | Dewi Dee Lestari
Penerbit | Good Faith
Tahun Terbit | 2008
Tebal | 148 hlm
ISBN | 9789799625748

Published with Blogger-droid v2.0.10