Selamat pagiii...!
Perkenalkan, namaku Rin. Aku perempuan yang sedang berusaha
terbang menggapai sejumput harapan meski sayap kiriku terluka dan tak jarang
membuatku nyeri setiap kali aku mengangkasa.
Apakah kau masih mengingatku? Aku yang setiap pukul sebelas
malam menyapamu. Tapi kau tidak ada. Dan kusadari bahwa dunia kita memang
berbeda. Kau lebih memilih berkawan akrab dengan mentari dan tak sekalipun
memperhatikanku.
Tapi shubuh tak pernah bosan mempertemukan kita. Sejak kokok
ayam bersahut-sahutan hingga kawanmu -Si Mentari itu- menarikmu dan membawamu
pergi. Menjauh.
Selamat Pagi!
Dan kusadari bahwa kita memiliki pagi yang berbeda. Pagiku
adalah malammu. Sampai kapanpun akan begitu. Kecuali salah satu dari kita
mengalah dan membuat definisi pagi yang satu. Tapi tak ada yang mau mengalah
untuk itu. Tidak kau. Begitu juga denganku.
Kepada shubuh kusampaikan sebuah pesan, "Aku terluka,
tapi sayapku tidak patah. Mimpiku pun masih menggantung di langit-langit asa.
Dan aku masih ingat untuk terbang tinggi dan menggapainya. Selamat pagi. Dan
selamat tinggal."
***
Fiksi mini di atas saya buat saat Mba Desi Puspitasari membuat giveaway berhadiah buku Pukul Sebelas Malam yang belum lama ia terbitkan secara indie pada tahun 2012 yang lalu. Pada akhirnya saya tetap memesan buku tersebut pada Sang Penulis karena saya memang ingin sekali memilikinya.
Saya
mengenal karya Desi Puspitasari awalnya hanya sebatas tulisan-tulisan
di blognya. Kemudian beranjak ke cerpen-cerpen yang ia buat dan
menemukan rasa tulisan yang sama seperti dalam blognya itu: mengalir dan
tak terhentikan. Saya selalu
suka pemilihan kata yang ia pakai untuk menggambarkan sesuatu.
Ceplas-ceplos, apa adanya, dan liar. Hehe. Membaca cerpennya seolah membaca novel/cerpen terjemahan. Tema kumcer-nya sendiri
banyak yang menarik. Saya suka dengan suatu karya yang memberi info baru
dalam tulisannya. Dan saya menemukan itu di kumcer Pukul Sebelas Malam
Oya, berhubung buku ini diterbitkan secara indie melalui NulisBuku.com, maka naskahnyapun dapat terus diperbaharui. Saya sendiri saat itu memesan buku yang sepertinya masih trial and error. Tata letaknya masih seadanya. Font-nya besar-besar. Kesimpulan ini saya buat karena tak lama kemudian kawan saya menghadiahkan buku yang serupa, dengan judul yang sama, dari penulis yang sama pula, tapi secara isi ternyata sedikit berbeda. Bukan hanya tata letaknya yang menjadi lebih rapi atau ukuran bukunya yang lebih panjang sedikit, tetapi juga cerpen-cerpen yang disajikan ternyata tidak semuanya sama.
Dan bersyukurlah saya. Karena saya tak hanya bisa membaca sebelas cerpen dari Desi Puspitasari, tapi lebih banyak lagi. Hoho...
BTW, beberapa cerpen dalam kumcer ini pernah dimuat di beberapa koran nasional, jadi saya pikir buku ini cukup recommended untuk dibaca siapa saja yang ingin cerpennya muncul di koran pula.
Suatu saat, mungkin kumcer ini bisa dilirik penerbit mayor sehingga pembacanya lebih luas lagi. :)
Dan bersyukurlah saya. Karena saya tak hanya bisa membaca sebelas cerpen dari Desi Puspitasari, tapi lebih banyak lagi. Hoho...
BTW, beberapa cerpen dalam kumcer ini pernah dimuat di beberapa koran nasional, jadi saya pikir buku ini cukup recommended untuk dibaca siapa saja yang ingin cerpennya muncul di koran pula.
Suatu saat, mungkin kumcer ini bisa dilirik penerbit mayor sehingga pembacanya lebih luas lagi. :)
Judul | Pukul Sebelas Malam
Penulis | Desi Puspitasari
Penerbit | NulisBuku.com
Tahun Terbit | 2012
Tebal | 125 hlm
ISBN | -