Saturday, October 6, 2012

Di Balik Testimoni Sang Pemetik Cahaya

Assalamu'alaikum. Hai Ai, gmn kabarnya? Aku sekarang lagi di Jakarta. Di kemayoran. #sekilas info# ;))
Ohya, Ai maukah engkau memberikan testimoni untuk bukuku yg mrp kumpulan tulisan2 di FB? Buku ini utk sovenir walimah :)

Itulah pesan pembuka tentang tawaran seorang kawan mayaku yang beberapa bulan lalu telah melangsungkan akad nikahnya. Testimoni? Oh, aku sangat menyukainya! ^^

Bukankah menjadi orang yang pertama kali membaca naskah seseorang sebelum bukunya diterbitkan itu menyenangkan? Okelah, tambahannya, nama kita nanti akan terpampang di kaver buku sang penulis. Kita juga bisa membubuhkan embel-embel di belakang nama kita sekehendak kita --dan aku selalu menyukai bagian ini, saat promosi terselubung bukuku dapat terlaksana, hahaha--

Sang Pemetik Cahaya hanya memberiku waktu kurang dari dua hari untuk membuat testimoni. Wews... Sejujurnya, itu terlalu cepat! Terlebih aku membutuhkan suasana yang nyaman, jauh dari keramaian lingkungan, juga kegalauan hati #eaaa. Dan akhirnya aku memang telat mengirimkan testimoniku, hiks.. Maaf MasChif -_-v

SPC dan kertas kado pembungkusnya yang unyu-unyu :D

Satu pekan setelah walimatul 'urs-nya dilangsungkan, kiriman paket itu datang. Sebuah buku dengan ucapan terima kasih dari kedua mempelai tertera di kaver depannya. Yang membuatku terharu, testimoniku ternyata diletakkan di kaver depan buku Sang Pemetik Cahaya --lengkap dengan embel-embelnya, haha--

Mau tau testimoni apa yang kuberikan untuk buku tersebut? Here it is:

"Benarlah bahwa selalu ada cahaya yang bisa dipetik dalam keseharian hidup kita. Setidaknya, itulah yang dilakukan sang penulis. Lewat untaian kata yang puitis, ia membagi cahaya itu pada siapa saja yang membaca buku ini."
Sari Yulianti, Penulis buku Surga di Telapak Kaki Ayah

Aseli, bahasa yang digunakan dalam tulisan Chifrul el Hamasah aka MasChif memang cenderung puitis. Padahal ini bukan puisi loh! Hanya kumpulan kisah-kisah inspiratif yang dialami penulis dalam kesehariannya. Tapi jadinya malah membawa nuansan melankoli, tapi tidak melemahkan. Nah, bingung, kan? Sama. #eh ^^a

Bukunya tipis saja. Hanya 95 halaman --tapi toh masih lebih tebal dibanding bukuku, wekeke-- Rsaanya bisa dibaca sekali duduk. Asyik juga dijadikan teman dalam penantian #apasih --yaa maksudnya kalo lagi nunggu enaknya kan emang baca buku ^o^

Oya, kritikan untuk buku ini --mungkin cenderung teknis, tapi agak nyebelin, hehe--
Ada banyak spasi yang kurang di awal kalimat (setelah tanda titik). Agak terganggu ngeliatnya. Bawaannya pengen tak edit aja. haha.. 

Baiklah, sekian.


di sisi awan, aku menunggui hujan.
sebab, di sinilah pelangi akan jatuh di sekujur badan
di sisi awan, aku-kamu menunggui hujan.
sebab, di sini dada akan menjadi lapang

Pun, seandainya duka mendera, maka tak akan ada yang tahu bahwa dalam gerimis,
ada airmata kita yang tertumpah.

(Sang Pemetik Cahaya, hal. 17)

2 comments:

  1. Subhanallah, sepertinya sekarang mulai rame souvenir berbentuk buku #gembira

    ReplyDelete
    Replies
    1. tunggu souvenir dariku, mba. kalo ada modalnya yaa mau juga bikin buku. wekeke..

      Delete

Terima kasih untuk tidak meninggalkan pesan berbau SARA dan spam di sini ^^v