Saturday, August 11, 2012

Wo Ai Ni: Jangan Ekspor Cintaku

Judul : Wo Ai Ni: Jangan Ekspor Cintaku
Penulis : Achi TM
Penerbit : Bukune
Tebal hal : 368 hal.
Tahun Terbit : Juli 2009

Buku ini saya peroleh sebagai hadiah lomba nulis yang saya ikuti. Awalnya tak terlalu dilirik. Tapi mengingat saya pun ingin membuat tulisan bergenre personal literature alias pelit, maka sayapun mulai membacanya awal bulan Januari ini.

Kisah nyata ini bercerita tentang sang penulis yang mendapat kesempatan untuk belajar Bahasa Mandarin dari Dinas Pariwisata. Ia bersama rekan-rekan seluruh Indonesia (yang merupakan perwakilan karang taruna dari masing-masing daerah) mendiami sebuah asrama selama 3 bulan. Usut punya usut, ternyata tujuan pelatihan itu adalah untuk mendidik mereka sebagai calon TKI.

Komplit. Mungkin itulah gambaran saya tentang cerita yang disajikan. Bukan hanya kisah tentang serunya menjalani hari-hari di asrama, tetapi juga ada balutan cinta kepada orangtua, sahabat, juga seseorang yang mungkin saja akan di-"export" ke Taiwan untuk dijadikan TKI.

Tapi sejujurnya ada bagian2 yang saya skip. Saya tak tertarik untuk membacanya. Entah mungkin saya yang terlalu terburu2 ketika membaca atau mungkin tak saya temukan cerita yang bisa menyatu dengan saya. Inilah mungkin kesulitan dalam membuat pelit, apalagi bergenre komedi. Cerita yang garing bahkan hanya dimengerti sang penulis tentu tak diinginkan pembaca.

Beberapa lelucon menurut saya terlalu "old style". Untung saya masih nyambung dengan kegokilannya. Meski kadang saya pikir ada cerita-cerita yang dipaksakan agar lucu. Tapi bagaimana jika yang membaca mereka yang jauh masanya dengan sang penulis?

Contohnya seperti ini:

... Aku melihat foto ayahku di dompet, wow... inilah minggu terpanjang aku ninggalin rumah. Selama ini aku ngga ernah hidup jauh dari ortu. Cengeng dan Bombay pun menyapaku. Jadilah tarian India di malam buta sambil makan jahe-jahe aku muterin tiang listrik. Sambil nyanyi...

"haoxiang... haoxiang... rindu.. rindu.. rindu... ada semut merah, aw! Nyanyikan seperti lagu Marimar, masih inget, kan? "Aw"-nya melengking dan penuh kegenitan.
-hal. 81

Sekarang saya tanya, anak jaman sekarang emang kenal siapa itu Marimar? Kayaknya enggak deh. Mungkin yang mereka tahu Lee Min Ho atau Kim Bum. #eh

Tapi untungnya endingnya yang manis sangat membantu cerita ini. (Saya menduga kalau ending-nya lah yang menjadi nilai jual buku ini) Dan ending yang mengejutkan (menurut saya sih gitu, hehe) sukses membuat kesan yang baik dan membuat saya ber-Wah-wah ria *bahasa apa pula ini??* ketika menyelesaikannya

BTW, kalo vocab atau percakapan bahasa mandarinnya agak dibanyakin n disusun rapi kayaknya bakal tambah oke deh ^^b



*efek copast review yang kubuat di goodreads, jadi pake "saya" gini :D

No comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk tidak meninggalkan pesan berbau SARA dan spam di sini ^^v